BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesadaran akan lingkungan hidup akhir – akhir ini banyak
belum terlihat. Bahkan masalah pencemaran belum menarik minat untuk dikaji baik
itu mereka yang berasal dari lapisan bawah sampai lapisan atas. Sebenarnya setiap
pemerintah daerah mewajibkan akan adanya pembuatan instalasi pengolahan limbah
kepada pimpinan industri di daerahnya masing - masing. Bahkan sudah ada beberapa
kasus yang diajukan kepengadilan karena pelanggaran limbah ini.
Perusahaan-perusahaan/pabrik industri barupun banyak
yang tumbuh dan berkembang di sekitar masyarakat belum berinisiatif untuk
memperbaiki sistem pembuangan limbah hasil perusahaan mereka, karena tidak
sedikit yang merugikan masyarakat
sekitar karena limbah yang dihasilkan tidak diolah atau dibuang sebagaimana
mestinya.
Pembangunan perusahaan – perusahaan/pabrik industri
yang dilakukan besar-besaran di Indonesia sebenarnya dapat meningkatkan
kemakmuran namun disisi lain hal ini juga dapat membawa dampak negatif terhadap
lingkungan hidup. Salah satu dampak yang diakibatkan pembangunan perusahaan –
perusahaan/pabrik industri dari pencemaran lingkungan yang disinyalir dari
buangan proses sebuah industri mengakibatkan rusaknya ekosistem (pencemaran
terhadap ikan dan air) serta mengakibatkan sejumlah penyakit dimasyarakat
sekitar yang berada disekitar area indutri tersebut.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate
social responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin
masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku
bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara
sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional
ratusan tahun lalu.Berbeda dengan kondisi Indonesia, di sini kegiatan CSR
baru dimulai beberapa tahun belakangan. Tuntutan masyarakat dan
perkembangan demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas,
sehingga memunculkan kesadaran dari dunia industri tentang pentingnya
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Walaupun sudah lama
prinsip-prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam lingkup
hukum perusahaan. Dewasa ini banyak fakta juga mengemukakan bahwa CSR yang
dilakukan oleh perusahaan amat tergantung pada keinginan dari pihak manajemen
perusahaan sendiri.
Banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah,
menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Disamping
itu dalam prakteknya tidak semua perusahaan menerapkan CSR. Bagi kebanyakan
perusahaan, CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya “capital
maintenance”. Kalaupun ada yang melakukan CSR, itupun dilakukan untuk adu
gengsi. Jarang ada CSR yang memberikan kontribusi langsung kepada
masyarakat.
Pada Pasal 74 UU PT yang menyebutkan bahwa setiap perseroan/ perusahaan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak
dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di UU PM Dalam pasal
15 huruf b disebutkan, setiap penanam modal berkewajiban melaksankan tanggung
jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari
peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha
dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha
dan/atau fasilitas penanaman modal (pasal 34 ayat (1) UU PM).
Tentu saja kedua ketentuan undang-undang tersebut membuat fobia sejumlah
kalangan terutama pelaku usaha lokal. Apalagi munculnya Pasal 74 UU PT yang
terdiri dari 4 ayat itu sempat mengundnag polemik. Pro dan kontra
terhadap ketentuan tersebut masih tetap berlanjut sampai sekarang. Kalangan
pelaku bisnis yang tergabung dalam Kadin dan Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) yang sangat keras menentang kehadiran dari pasal tersebut.
Pikiran-pikiran yang menyatakan kontra terhadap pengaturan CSR menjadi sebuah
kewajiban, disinyalir dapat menghambat iklim investasi baik bagi perseroan yang
sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka kami tertarik untuk membuat makalah tentang bentuk
tangung jawab perusaan terhadap limbah yang dihasilkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas permasalahan yang kami bahas yaitu :
1.
Seberapa jauhkah CSR
berdampak positif bagi masyarakat ?
2.
Bagaimana upaya
penerapan tanggung jawab sosial perusahaan PT. Unilever
untuk berkembang bersama masyarakat?
3.
Bagaimanakah bentuk
tanggung jawab sosial PT Unilever mengenai pencemaran limbah yang
ditimbulkan?
4.
Dampak Negatif yang
Ditimbulkan PT. Unilever bagi masyarakat Tanpa Adanya CSR ?
BAB II
PEMBAHASAN
Corporate
Social Responsibility (CSR) memiliki beberapa pengertian antara lain :
1.
Sebuah pendekatan
dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial di dalam operasi bisnis
mereka dan dalam interaksi mereka dengan para stakeholder berdasarkan prinsip
kemitraan dan kesukarelaan. ( Nuryana, 2005)
2.
CSR adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari strategi bersaing jagka panjang yang berorientasi pada
avokasi pendampingan & kebijakan publik. ( Zadek, Fostator, Rapnas )
CSR
(Program Corporate Social Reponsibility) merupakan salah satu kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-undang
Perseroan Terbatas (UUPT) yang baru. Undang-undang ini disahkan dalam sidang
paripurna DPR.
Dalam pasal 74 ayat 1 diatur mengenai kewajiban
Tanggungjawab sosial dan lingkungan bagi perseroan yang menangani bidang atau
berkaitan dengan SDA, ayat 2 mengenai perhitungan biaya dan asas kepatutan
serta kewajaran, ayat 3 mengenai sanksi, dan ayat 4 mengenai aturan lanjutan.
Ketiga, Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b)
menyebutkan bahwa “Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan”.
Namun UU ini baru mampu menjangkau investor asing
dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional. Tentu
saja kedua ketentuan undang-undang tersebut diatas membuat fobia sejumlah
kalangan terutama pelaku usaha swasta lokal. Apalagi munculnya Pasal 74 UU PT
yang terdiri dari 4 ayat itu sempat mengundang polemik. Pro dan kontra terhadap
ketentuan tersebut masih tetap berlanjut sampai sekarang. Kalangan pelaku
bisnis yang tergabung dalam Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
yang sangat keras menentang kehadiran dari pasal tersebut.
Jika
ditarik pada berbagai pengertian di atas maka CSR merupakan komitmen perusahaan
terhadap kepentingan pada stakeholders dalam arti luas dari sekedar kepentingan
perusahaan belaka. Dengan kata lain, meskipun secara moral adalah baik bahwa
perusahaan maupun penanam modal mengejar keuntungan, bukan berarti
perusahaan ataupun penanam modal dibenarkan mencapai keuntungan
dengan mengorbankan kepentingan-kepentngan pihak lain yang terkait.
Pengertian CSR sangat beragam. Intinya,
CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan
keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi
kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain
yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah
corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan
community development.
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan
sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA
(corporate social activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun
tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang
merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap
aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan seat
belt, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah
yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada
berbagai perusahaan nasional. Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari
alasan bahwasannya kegiatan perusahaan membawa dampak (baik maupun buruk) bagi
kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar
perusahaan beroperasi.
Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya
shareholders atau para pemegang saham, melainkan pula stakeholders, yakni
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders
dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar
perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan pemerintah
selaku regulator.
1. Dampak
Positif CSR terhadap Masyarakat
Dampak
Positif CSR terhadap Masyarakat Sekitar, antara lain:
- Lingkungan
sosial menjadi lebih baik
- Tingkat
pengangguran berkurang di tengah maraknya PHK besar-besaran.
- Membantu
memperbaiki kesejahteraan masyarakat sekitar , baik karena eksternal
negative yang ditimbulkan sendiri maupun yang bertujuan sebagai sumbangan sosial
semata.
2. Upaya
Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT. Unilever
untuk Berkembang Bersama Masyarakat
Dalam
hal ni PT. Unilever dalam menerakan CSR harus memperhatikan beberapa prinsip,
antara lain :
·
Prinsip pertama adalah
kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan
terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang
dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi
bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat di prediksi. Itu
menjadi aktivitas kedermawanan dan bagus.
·
Prinsip kedua, CSR
merupakan program jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari bahwa sebuah
bisnis bisa tumbuh karena dukungan atmosfer sosial dari lingkungan di
sekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan adalah wujud pemeliharaan relasi
yang baik dengan masyarakat. Ia bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak
popularitas atau mengejar profit.
·
Prinsip ketiga, CSR
akan berdampak positif kepada masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan,
maupun sosial. Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli dan mempertimbangkan
sampai kedampaknya.
·
Prinsip keempat, dana
yang diambil untuk CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan
sebagaimana budjet untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke
harga jual produk. “CSR yang benar tidak membebani konsumen.
Kemudian upaya nyata dalam Penerapan CSR oleh PT.
Unilever adalah berupaya untuk
memberikan kontribusi dalam pencapaian kualitas hidup yang lebih baik bagi
masyarakat. Yang terbukti, dari misinya, yaitu:
·
menggali dan
memberdayakan potensi masyarakat,
·
memberikan nilai tambah
bagi masyarakat,
·
memadukan kekuatan para
mitra dan
·
menjadi katalisator
bagi pembentukan kemitraan.
Dalam meningkatkan reputasi perusahaan, menekankan
pentingnya berkesinambungan dalam pelestarian lingkungan, kehidupan sosial,
maupun pertumbuhan usaha.
Perhatian utama PT. Unilever adalah memenangkan hati
pelanggan (internal dan eksternal) dan upaya membahagiakan konsumen dan masyarakat
secara terus-menerus, dengan memahami dan mengantisipasi kebutuhan mereka,
serta menanggapinya secara mandiri, dengan cara:
• Secara
proaktif mendengarkan kebutuhan konsumen dan masyarakat menghasilkan tindakan
yang berfokus pada peningkatan nilai
• Menanggapi
dengan serius setiap persoalan pelanggan, pembeli dan masyarakat
• Merencanakan
secara efektif – memberikan waktu persiapan yang cukup untuk bekerja
dengan baik
• Memenuhi
apa yang dijanjikan – tepat waktu
• Peduli
terhadap kondisi sosial masyarakat di sekitar
Perilaku ini diterapkan dalam kegiatan perusahaan
sehari-hari.Tahun 2003, PT. Unilever memperkenalkan Program 3C (Consumer,
Customer and Community) Connection kepada karyawannya. Mereka didorong untuk
secara proaktif mendengarkan keinginan pelanggan, konsumen dan masyarakat, guna
mengumpulkan masukan bagi peningkatan kontribusi perusahaan.
Pertemuan bulanan dengan tokoh masyarakat dilakukan
secara rutin, sebagai pendekatan yang bottom-up. Berfokus pada kekuatan Unilever,
perusahaan yakin dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat
sekitar khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
3. Bentuk
Tanggung Jawab Sosial PT Unilever terhadap Pencemaran Limbah yang
Ditimbulkan
Tanggung jawab social perusahaan mengenai pencemaran
limbah yang ditimbulkan perusahaan, dapat diwujudkan melalui beberapa program,
antara lain:
- Program
Pengembangan Usaha Kecil Menengah;
- Program
Pelestarian Sumber Air;
- Program
Daur Ulang dan
- Program
Pendidikan Kesehatan Masyarakat.
Dalam
mengembangkan programnya, Perusahaan berpegang, pada 4 strategi utama yaitu:
- Mengembangkan
program yang terkait usaha kami;
- Merumuskan
model kegiatan atau program percontohan yang dapat diterapkan di daerah
lain;
- Bekerja
sama dengan unsur-unsur masyarakat seperti LSM, lembaga pemerintah,
pranata pendidikan pelaku bisnis lain dan
- Membuat
replikasi model di daerah-daerah lain
Dalam melaksanakan inisiatif tanggung jawab sosial,
menerapkan pendekatan menyeluruh bagi setiap inisiatif. Melihat konteks yang
lebih luas, mulai dari yang kecil untuk memastikan pencapaian hasil yang baik
lalu, kami bergerak cepat untuk mereplikasikan inisiatif tersebut, sehingga
dampaknya dapat dirasakan masyarakat luas.
4. Dampak
Negatif yang Ditimbulkan PT. Unilever bagi masyarakat Tanpa Adanya CSR
Dampak
pencemaran lingkungan yang timbul akibat limbah pabrik PT.
Unilever tanpa adanya CSR dapat terbagi atas tiga jenis yaitu :
1. Dampak
Pencemaran Air
Air
yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian terhadap manusia juga
ekosistem yang ada didalam air. Kerugian yang disebabkan oleh pencemaran air
dapat berupa :
- Air
tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan rumah tangga, hal ini
diakibatkan oleh air sudah tercemar sehingga tidak bisa digunakan lagi
apalagi air ini banyak manfaatnya seperti untuk diminum, mandi, memasak
mencuci dan lain-lain,
- Air
tidak dapat digunakan untuk keperluan industri, contoh air yang terkena
minyak tidak dapat digunakan lagi sebagai solven atau sebagai air dalam
proses industri kimia,
- Air
tidak dapat digunakan untuk keperluan pertanian, seperti untuk irigasi,
pengairan sawah dan kolam perikanan. Apabila air sudah tercemar oleh
senyawa an organik dapat mengakibatkan perubahan drastis pada PH air. Air
yang bersifat terlalu asam atau basa akan mematikan tanaman dan hewan air,
selain itu air yang tercemar oleh limbah B3 menyebabkan banyak ikan mati
dan pada manusia timbul penyakit kulit ( rasa gatal ).
2. Dampak
Pencemaran Udara
Dengan
dibangunnya pabrik di perkotaan asapnya dapat mengakibatkan polusi udara
sehingga menganggu kenyamanan bagi para pemakai jalan. Apabila udara telah
tercemar maka akan menimbulkan penyakit seperti sesak napas.
3. Dampak
Pencemaran Tanah.
Tanah
yang telah tercemar oleh bahan pencemar seperti senyawa karbonat maka tanah
tersebut akan menjadi asam, H2S yang bersama CO membentuk senyawa
beracun didalam tanah sehingga cacing penggembur tanah mati.Ketiga dampak
pencemaran tanah ini dapat berakibat buruk terhadap lingkungan terutama karena
hasil kegiatan industri PT Unilever bila limbahnya langsung dibuang tanpa
melalui proses pengolahan lebih dahulu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat diambil dalam tulisan ini adalah
sebagai berikut : pelaksanaan CSR yang baik dan benar sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku akan berimplikasi pada iklim penanaman modal yang kondusif.
Untuk bisa mewujudkan CSR setiap pelaku usaha (investor) baik dalam maupun
asing yang melakukan kegiatan di wilayah RI wajib melaksanakan aturan dan
tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia, sebaliknya pemerintah sebagai
regulator wajib dan secara konsisten menerapkan aturan dan sanksi apabila ada
pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak melaksanakan CSR sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku.
Dalam
hal ini atas CSR yang dilakukan PT. Unilever dapat disimpulkan bahwa :
1.
Tanpa adanya CSR, PT.
Unilever dapat menimbulkan dampak negatif yang berupa pencemaran lingkungan.
2.
Banyak dampak positif
yang dirasakan masyarakat sekitar dengan adanya CSR.
3.
PT. Unilever turur
berperan untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian kualitas hidup yang lebih
baik bagi masyarakat.
4.
PT. Unilever
melaksanakan program-program yang dapat mengatasi pencemaran lingkungan.
B. Saran
Tanggung jawab sosial PT Unilever ini akan sukses
bila ada kerjasama diantara perusahaan dengan masyarakat. Untuk mencapai dunia
yang lebih setara, berkelanjutan tanpa kemiskinan dan kerusakan lingkungan.
Dibutuhkan pergeseran paradigma, dari pemenuhan “kepentingan individu” menjadi
“kepentingan bersama”, yaitu perubahan dari pengelolaan “corporate usual
responsibility” menjadi “corporate social responsibility”, yang
berarti berubahnya orientasi dari gaya hidup “Saya” menjadi “Kita”. Seluruh
anggota masyarakat harus bekerja bersama sebagai team untuk membuat dunia
menjadi tempat yang lebih baik untuk kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar