KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
Pertanyaan
yang mendasar dan senantiasa muncul dan mungkin akan berputar - putar di kepala
umat muslim adalah ketika kita dihadapkan dengan pertanyaan, siapa Tuhan ? Apa
itu Tuhan ? Bagaimana wujud Tuhan ? Jawaban
dari pertanyaan itu semua tergantung dari seberapa tebal keimanan
seorang umat muslim.
Tanpa kita sadari, tanpa kita tahu dan lihat sebenarnya Tuhan
berada di sekitar dan senantiasa bersama kita.
Nafas, kehidupan, kebahagiaan,
bahkan kesedihan. Semua itu ada karena
Tuhan. Air, Udara, Matahari, semua
kebutuhan dan semua alat pemuas kebutuhan tersebut itu ada karena Tuhan. Dan
karena kuasaNyalah, kita sekarang bisa hidup.
Dalam sejarah pemikiran manusia, Tuhan
dikonsepsikan dalam istilah yang berbeda - beda sehingga lahirlah berbagai
macam agama, serta kepercayaan dan keyakinan tentang segala yang menguasai
keadaan atau lingkungan dan sebagainya. Pertanyaan mengenai siapakah Tuhan
sudah menjadi tanda tanya besar di dalam sejarah agama - agama, bahkan Nabi Ibrahim yang
dikenal sebagai bapak monoteisme ketika
dia masih remaja pernah melakukan
pengembaraan dari timur ke barat dalam usaha mencari tuhan.
Tuhan seperti memiliki banyak arti pada
masa dahulu, seperti berbagai macam
bentuk / benda, baik yang abstrak seperti keinginan - keinginan yang bisa
memuaskan nafsu pribadi maupun yang bersifat nyata ( Fir'aun atau penguasa lain
yang dipatuhi, diagungkan, dan dipuja ) sebagai
pelindung manusia. Tuhan adalah sesuatu yang dipentingkan ( dianggap
penting oleh manusia ) sehingga dengan sadar atau tidak sadar dirinya dikuasai
oleh kepentingan - kepentingan tersebut.
Kepentingan itu menjadi sesuatu yang dipuja, dicintai, diagungkan,
diharap-harapkan sehingga dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan,
termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian.
Jika berusaha menarik kesimpulan sendiri,
dalam Alquran Tuhan dapat berarti apa saja, akal bisa menjadi tuhan ketika ia
bekerja menghasilkan ideologi - ideologi dan faham - faham yang diagungkan.
dengan demikian, manusia pasti bertuhan, tidak ada yang tidak bertuhan. Dalam
Islam sendiri diajarkan dan ditegaskan bahwa kalimat La ilaha illa Allah (Tidak
ada Tuhan selain Allah) adalah sesuatu
bentuk nafy atau peniadaan tuhan ilah dan istbat atau penetapan bahwa yang ada hanyalah Allah SWT. Hal ini
menandakan bahwa orang -orang Islam
tidak boleh bertuhan selain Allah SWT.
Jadi, Tuhan dalam konsep formal Islam adalah
Allah, dan Allah merupakan objek "materia" yang membedakan dengan
objek materia yang ada dalam konsep agama lain. Tauhid adalah ajaran Islam yang
menjelaskan bahwa Allah adalah satu - satunya tempat bergantung semua kehidupan
(manusia, jin, malaikat, zat, partikel, benda - benda ) Pendek kata, semua
ciptaan Allah baik yang makro maupun yang mikro, yang gaib maupun yang nyata, yang hidup maupun yang
mati bergantung kepada Allah, Dia-lah tempat bermula dan kembali. Dapat
dikatakan bahwa Dia-lah yang Tunggal, tempat bergantung, dan bermuara, semua ciptaanNya,
dan sesuatu yang tergantug tidak dapat dibayangkan tanpa adanya tempat ia
bergantung. Karena Dia adalah satu – satunya alasan, maka tidak ada yang
menandingi selain Allah. Oleh sebab itu, manusia diperintahkan untuk beribadah
kepadaNya.
Agama meliputi berbagai dimensi yang
paling dalam dari aspek kemanusiaan, sehingga dapat melahirkan berbagai
pemikiran manusia antara lain : pemikiran yang berkaitan dengan Tuhan misalnya,
Konsep tentang Tuhan melahirkan aliran pemikiran – pemikiran seperti teismus,
deismus, ateismus,
Tuhan atau Allah hakekatnya adalah cermin bagi
diri manusia karena DIA menjadikan cermin ini sebagai jembatan antara manusia
dan DIA. DIA yang sering disalah artikan yakni disamakan dengan Tuhan atau
Allah, padahal DIA adalah ESA. Esa artinya tidak berbilang, tidak ternamakan,
tidak terfikirkan,tidak pula terusahakan,tidak terkenali. DIA satu-satunya ZAT,
satu-satunya yang mampu.Yang lainnya bukan zat dan tidak berkemampuan, tidak
pernah mampu memohon/berdoa kepada DIA, dan tidak pantas DIA menerima
doa/permohonan, karena DIA adalah ABSOLUT tidak mengalami usaha/perbuatan,
tidak mengalami proses berfikir, sehingga DIA tidak pernah terkait hubungan
sebab-akibat/perbuatan. Sebaliknya manusia adalah kumpulan USAHA/proses
berfikir dan terkait hubungan sebab akibat dari kumpulan keinginan/pengorbanan,
bukan kemampuan dan zat sebagaimana DIA. Tuhan atau Allah adalah cermin yang
dapat difikirkan dan dapat dirasakan, dan mempunyai nama dan sifat yang dapat
dikenali manusia sekaligus karena Allah adalah cermin, maka Allah adalah titik
terdekat manusia dengan DIA. Dengan demikian perintah beriman kepada Allah
semestinya diartikan bahwa manusia hendaklah berusaha membuktikan adanya cermin
(Allah) dalam dirinya dimana ia bercermin dan mengenali dirinya sehingga ia
menerima tanda-tanda adanya DIA. Al Quran adalah siarnya Allah kepada manusia
yang menjelaskan fungsi CERMIN agar manusia tidak bercermin kepada selain
Allah, dalam usaha manusia mencari tanda-tanda adanya DIA. Semestinya manusia
berdoa demikian ” Dengan menyebut nama Allah (BERCERMIN) agar diberikan
kebaikan didunia dan di akhirat”. Perkataan ‘Bismillahirrahmanirrahim’
mengandung arti ” dengan menyebut nama Allah (BERCERMIN) agar mendapatkan Kasih
dan Sayang”. Jadi sebenarnya ,kebaikan dunia dan akhirat, pengasih dan penyayang
itu ada dalam diri manusia sendiri. Dengan demikian semua sifat atau perbuatan
mengasihi, menyayangi, mencipta, menguasai, melihat, mengetahui, dsb adalah
murni sifat manusia, yakni hasil fikiran yang terkait proses sebab akibat.
Adalah salah menyatakan bahwa DIA bersifat dan berbuat, bahkan energi/kekuatan
untuk melakukan semua sifat dan perbuatan itu hanyalah DIA, karena itu DIA lah
satu-satunya ZAT dan yang Mampu.
Allah adalah esensi syahadat. Syahadat adalah
esensi ikhlas. Ikhlas adalah esensi sabar. Sabar adalah esensi lindungan, dan
kasih sayang Allah. lindungan Allah adalah esensi ibadah, dan kasih sayang
Allah adalah esensi amal shaleh. Allah adalah CERMIN — yang menampilkan
citra/bayangan benda didepannya dengan apa adanya, agar manusia yang melihat ke
cermin tsb, mendapati dirinya sendiri –mengenali dirinya sendiri–. Menyembah
DIA adalah mustahil, karena DIA diluar fikiran manusia, DIA adalah ESA/HAQ, ZAT
yang MAMPU dan BENAR. semua bentuk ibadah semestinya(sholat, dzikir, puasa dll)
bertujuan agar manusia senantiasa menaati Allah (bercermin), karena sebelumnya
fikiran dan hawa nafsu manusia telah menguji dirinya sendiri, dan hasilnya
adalah bahwa fikiran dan hawa nafsu TIDAK PERNAH BENAR-BENAR MAMPU dalam hal
apapun. karena itu, Sholat yang maknanya mengingat Allah sesungguhnya adalah
bercermin diri (bagi fikiran dan hawa nafsu), dan jika tidak diikuti (tidak
bercermin diri) maka menurut fikiran dan hawa nafsu Allah telah MATI. dan yang
rugi hanyalah manusia sendiri.
Sejarah Pemikiran
Manusia tentang Tuhan
- Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan
menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran
baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang
amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut
mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock
dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak
zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan.
Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda
mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti
(India).
Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan
pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun
nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap
benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh
karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa
senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan
ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun
adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan
animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang
menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut
dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung
jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi
angin dan lain sebagainya.
Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak
mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia
meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu
dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah)
bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme
(Tuhan Tingkat Nasional).
Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme
melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk
seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari
filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan
teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan
terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang
(1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia
mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya
dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung
dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan
kepada wujud yang lain.
Pemikiran terhadap Tuhan yang
melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat
Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran
yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara
keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan
metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual
sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam
yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga
lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Ketiga corak
pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam.
Aliran tersebut yaitu:
a. Mu’tazilah yang
merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal
pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang islam yang
berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi
mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan,
mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk
mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak
rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun
kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam
perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan
dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari
Khawarij.
b. Qodariah yang berpendapat
bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri
yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan
manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Jabariah yang merupakan
pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan
dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan
dipaksa oleh Tuhan.
d. Asy’ariyah dan Maturidiyah
yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah
Semua aliran itu mewarnai
kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat islam periode masa lalu. Pada
prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran
dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara
aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan
ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan
sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran
dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di
antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu
pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah aliran Mu’tazilah dan Qadariah.
Tuhan Menurut
Agama-agama Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya
didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan
pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga
informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan
sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Jika
terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama
adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran
aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
Tuhan yang haq
dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat
Shad 35 dan 65, surat
Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan
yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84
dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan
dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di
atas, maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang
benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui
teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti
konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut
al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari
bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat
didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang
mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan
Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang
bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan
untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam
sikap dan praktik menjalani kehidupan.
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan
dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada
sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu “Akal” yang tidak ada
batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula
bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani
setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara
logika harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: Percaya
adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak
benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa
diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada
penyebabnya.
makasih ya
BalasHapus