BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Definisi
hak asasi manusia menurut para ahli antara lain John Locke menyatakan
macam-macam Hak Asasi Manusia yang pokok adalah Pengertian Hak Asasi Manusia.
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah- Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Pelanggaran
Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak
Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hokum yang
adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No.
39 Tahun 1999 tentang HAM).
Pengadilan
Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan
HAM meliputi :
1.
Kejahatan genosida;
2.
Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara :
1.
Membunuh anggota kelompok;
2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang
akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4. memaksakan
tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
5. memindahkan secara paksa anak-anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan
terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
1.
pembunuhan;
2.
pemusnahan;
3.
perbudakan;
4.
pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan
fisik lain secara sewenang wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok
hukum internasional;
6.
penyiksaan;
7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran
secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa
atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu
atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
9. penghilangan orang secara paksa; atau
10. kejahatan apartheid.
Pelanggaran
Hak-Hak Konsumen Pelanggaran hak-hak konsumen di Indonesia merupakan hal yang
jamak, masih kita jumpai sehari-hari kasus keracunan makanan dan kecelakaan
yang menempatkan konsumen sebagai korban. beberapa sebab terjadinya pelanggaran
hak konsumen adalah rendahnya tanggung jawab pelaku usaha, tidak maksimalnya
regulasi pemerintah, dan mandulnya penegakkan hukum. pelanggaran hak-hak konsumen
dapat berupa pelanggaran bersifat substantif maupun prosedural sebagaimana
diatur dalam UU Perlinungan Konsumen atau berbagai UU sektoral.
Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa pentingnya perlindungan akan hak – hak seseorang dalam hal
ini bertindak sebagai seorang konsumen serta bagaimana penyelesaian ketika hak
seorang konsumen itu dilanggar serta siapa yang berwenang menyelesaikannya.
Penulisan makalah ini juga bertujuan
untuk memenuhi tugas Uji Kompetensi Dasar 1 Mata Kuliah Hukum dan HAM kelas C
dengan Dosen Pengampu Bapak Achmad.
Rumusan
Masalah
1.
Apa sajakah hak seseorang dalam hal
ini bertindak sebagai seorang konsumen ?
2.
Bagaimanakah penyelesaian ketika hak
seorang konsumen itu dilanggar serta siapa yang berwenang menyelesaikannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
Hak-hak
seseorang sebagai konsumen antara lain meliputi :
1. Hak
Atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan
Bagi
konsumen hak ini harus mencakup aspek kesehatan secara fisik, dan dari
perspektif keamanan ketika bertransaksi
atau penggunaan.
2. Hak
Untuk Memilih
Merupakan
kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan. Oleh karena
itu, barang yang beredar di pasar haruslah terdiri dari beberapa merek untuk
suatu barang, agar konsumen dapat memilih.
3. Hak
Atas Informasi
Bisa
dipenuhi dengan cara antara lain, melalui diskripsi barang menyangkut harga dan
kualitas atau kandungan barang dan tidak hanya terbatas informasi pada satu
jenis produk, tetapi juga informasi beberapa merek untuk produk sejenis, dengan
demikian konsumen bisa membandingkan antara satu merk dengan merk lain untuk
produk sejenis.
4. Hak
Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya
Ada
dua instrumen dalam mengakomodir hak untuk didengar:
·
Pemerintah melalui aturan hukum tertentu dalam
bentuk hearing secara terbuka dengan konsumen
·
Melalui pembentukan organisasi konsumen swasta
dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Hak untuk didengar menuntut adanya
organisasi konsumen yang mewakili konsumen.
5. Hak
Untuk Mendapatkan Advokasi
Dengan
hak ini, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan
implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan sosial. Hak
ini dapat dipenuhi dengan cara:
·
Konsultasi hukum, diberikan pada konsumen
menengah ke bawah. Bentuk kegiatan ini dapat dilakukan oleh organisasi konsumen
dan atau instansi pemerintah yang mengurusi perlindungan konsumen
·
Menggunakan mekanisme tuntutan hukum secara
kolektif (class action)
·
Adanya keragaman akses bagi konsumen individu
berupa tersedianya lembaga penyelesaian sengketa konsumen, baik yang didirikan
oleh pemerintah berupa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di setiap
pemerintah kota / kabupaten.
6. Hak
Untuk Mendapat Pendidikan
Definisi
dasar hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya, dapat dilakukan
baik melalui kurikulum dalam pendidikan formal maupun melalui pendidikan
informal yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang
perlindungan konsumen. Pemenuhan hak untuk mendapat pendidikan juga menjadi
kontribsi dan tanggung jawab pelaku usaha.
7. Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara
Diskriminatif Tindakan diskriminatif secara sederhana adalah adanya disparitas,
adanya perlakukan yang berbeda untuk pengguna jasa/produk, dimana kepada
konsumen dibebankan biaya yang sama. Oleh karena itu adanya pelaku usaha yang
menyediakan beberapa sub kategori pelayanan dengan tarif yang berbeda-beda,
susuai dengan tarif yang dibayar konsumen tidak dapat dikatakan diskriminatif.
8. Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi Mendapatkan
ganti rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan, pencemaran dan atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan si pelaku usaha tersebut. Bentuk ganti eugi dapat berupa:
Ø pengembalian
uang
Ø penggantian
barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya
Ø perawatan
kesehatan dan atau pemberian santunan (pasal 19 Ayat (2) UUPK).
9. Hak Yang Diatur Dalam Peraturan
Perundang-undangan Lainnya Selain hak-hak yang ada dalam UU PK, dalam UU lain
juga diatur hak-hak konsumen, seperti UU Kesehatan. Oleh karena itu dimungkinkan
adanya hak konsumen tambahan sesuai dengan tipikal sektor masing-masing.
Contoh Kasus Pelanggaran Hak Konsumen
Patut
diduga banyak kasus malpraktek Korps Kedokteran yang dilakukan dan merugikan
konsumen lewat begitu saja tanpa penyelesaian. Konsumen selalu berada pada
posisi lemah karena patut diduga ketidaktahuan konsumen terkait dengan seluk beluk
kesehatan dan obat-obatan menjadi penyebab utama. Apapun kata dokter atau RS,
konsumen akan mengamini saja demi kesembuhan penyakitnya.
Masih
teringat di ingatan mengenai kasus Prita vs RS Omni International yang menghebohkan
sepanjang tahun 2009 lalu di mana hak konsumen begitu disia- siakan dengan
berbagai alasan, termasuk tidak diberikannya rekam medis saat diminta konsumen.
Sesuai Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, rekam medis
merupakan hak konsumen atas informasi yang harus diberikan oleh RS kepada
pasiennya setelah pasien membayar semua biaya yang diminta oleh RS.
Kasus
Prita mereda, sekarang muncul kasus AB Susanto (ABS), Managing Partner dari The
Jakarta Consulting Group. ABS melawan RS Siloam International, Karawaci. Kasus
ini pada akhirnya sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada
tanggal 15 Juli 2009 dengan No. 237/ Pdt/6/2009/PN.Jk.Ut., setelah gagal
diselesaikan secara non litigasi.
Meskipun
UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah berlaku sejak April
2000, tetapi hak konsumen masih limbung melawan kepentingan ekonomi pelaku
usaha. Dari sekian banyak jenis atau sektor usaha, usaha jasa kesehatan merupakan
salah satu sektor yang paling parah merugikan konsumen karena bias fatal
akibatnya. Namun konsumen sering tidak merasa kalau dirugikan. Korps Kesehatan,
khususnya dokter dan Rumah Sakit (RS), sejak awal merupakan para pihak yang
menentang sangat keras pemberlakuan UU No 8/1999 tersebut.
Mereka,
khususnya dokter, tidak mau dianggap sebagai pelaku usaha. Untuk itulah kemudian
mereka ngotot mempengaruhi DPR RI dan pengambil kebijakan untuk membuat sendiri
UU yang melindungi mereka dari serangan konsumen, yaitu UU No 29 tahun 2004
tentang Praktek Kedokteran.
Contoh Kasus Konsumen yang mendapatkan
Barang yang sudah tidak layak pakai
Meski
memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa antara konsumen dengan penyedia
jasa atau barang, BPSK mengambil putusan secara proporsional dengan berdasarkan
pada UUPK. Contoh, ada konsumen yang mengadukan produk roti kepada BPSK.
Konsumen tersebut menuntut ganti rugi hingga Rp 250 juta. Saat perkara itu
disidangkan oleh Majelis Hakim BPSK, pengusaha roti hanya dijatuhi putusan mengganti
rugi roti yang telah dibeli konsumen seharga Rp 5.000,00. Anggota BPSK yang
menangani kasus roti tersebut, konsumen membeli roti yang diobral karena akan
kedaluwarsa keesokan harinya. Memang saat itu pihak penjual memajang roti
dengan harga agak tinggi untuk yang masih panjang masa konsumsinya dan harga
obral untuk roti yang kedaluwarsa.
Pihak
penjual berupaya melakukan jalan damai dengan sang konsumen dengan memberikan ganti
rugi dan sebentuk bingkisan, namun pihak konsumen menolak langkah itu dan
memilih menggugat produsen roti termasuk mengajukan tuntutan ganti rugi senilai
Rp 250 juta.
Setelah
persoalan itu ditangani BPSK, putusannya adalah mengganti roti yang telah dibeli
konsumen dengan roti sejenis yang masa kedaluwarsanya masih panjang .
Contoh kasus penarikan paksa kendaraan oleh
perusahaan anjak piutang (leasing) yang pembayaran cicilannya terlambat
beberapa bulan.
Konsumen
bisa mengadu ke BPSK karena pihak leasing tidak berhak menarik paksa kendaraan.
Aparat yang berwenang menarik atau menyita barang adalah juru sita atau polisi yang
dikuatkan dengan putusan hukum. Kasus yang pernah diselesaikan dalam kaitan tunggakan
kredit kendaraan bermotor, yaitu mobil diambil kembali, sementara uang cicilan
yang sudah dibayar konsumen dikembalikan dipotong biaya administrasi.Batas
waktu pengaduan Tidak semua kasus bisa diselesaikan, terutama untuk kasus yang
dilaporkan lewat dari empat tahun sejak tanggal transaksi. Semisal konsumen
yang membeli perhiasan emas, belakangan diketahui tidak seluruh perhiasan itu
terbuat dari emas. Pada bagian dalam perhiasan itu terbuat dari logam biasa,
namun konsumen membayar seluruh berat perhiasan itu dalam hitungan harga emas.
Pengaduan konsumen itu telah lewat dari empat tahun sejak dia membeli perhiasan
tersebut. Maka dia tidak dapat mengadukannya ke BPSK.
Dasar Hukum
Keberadaan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen bab XI pasal 49 sampai dengan pasal 58. Pada
pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah membentuk badan penyelesaian
sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan. Badan ini merupakan peradilan kecil (small claim court) yang
melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat, sederhana dan
dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Disebut cepat karena harus memberikan
keputusan dalam waktu maksimal 21 hari kerja ( lihat pasal 55 UU. No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen ), dan tanpa ada penawaran banding yang
dapat memperlama proses pelaksanaan keputusan ( lihat pasal 56 dan 58 UU. No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ), sederhana karena proses penyelesaiannya
dapat dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan murah karena
biaya yang dikeluarkan untuk menjalani proses persidangan sangat ringan.
Keanggotaan BPSK terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku
usaha, yang masing-masing unsur diwakili oleh 3-5 orang, yang diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri (Pasal 49 ayat (3) dan ayat (5)).
Tugas dan wewenang
Tugas
dan wewenang BPSK berdasarkan ketentuan Pasal 52 meliputi:
1. melaksanakan
penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau
arbitrase atau konsiliasi;
2. memberikan
konsultasi perlindungan konsumen;
3. melakukan
pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
4. melaporkan
kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang
ini;
5. menerima
pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
6. melakukan
penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
7. memanggil
pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen; memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang
yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
8. meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap
orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK;
9. mendapatkan,
meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan
dan/atau pemeriksaan;
10. memutuskan
dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
11. memberitahukan
putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;
12. menjatuhkan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang
ini.
Untuk
menindaklanjuti ketentuan undang-undang tersebut, Menteri Perindustrian dan Perdagangan
RI telah mengeluarkan SK No. 350/MPP/Kep/12/2000 tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diselesaikan
melalui cara Konsiliasi atau Mediasi atau Arbitrase, yang dilakukan atas dasar
pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan, dan bukan merupakan
proses penyelesaian sengketa secara berjenjang (Pasal 4). Metode penyelesaian kasus
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha ada tiga yaitu konsiliasi, mediasi
atau arbitrase.
Prosedur
Prosedurnya
cukup sederhana. Konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa langsung
datang ke BPSK Provinsi di mana mereka berada dengan membawa permohonan
penyelesaian sengketa, mengisi form pengaduan dan juga berkas-berkas/ dokumen
yang mendukung pengaduannya . Pihak-pihak yang berperkara di BPSK tidak dikenai
biaya perkara alias gratis.
Sementara
biaya operasional BPSK ditanggung APBD. Selain bebas biaya, prosedur pengaduan
konsumen pun cukup mudah, yaitu hanya membawa barang bukti atau bukti
pembelian/pembayaran, dan kartu identitas (KTP). Formulir pengaduan disediakan
di sekretariat BPSK. Pihak BPSK lalu akan melakukan pemanggilan pada pihak-pihak
yang bersengketa guna dipertemukan dalam Prasidang. Dari Prasidang itu bisa
ditentukan langkah selanjutnya apakah konsumen dan pelaku usaha masih bisa
didamaikan atau harus menempuh langkah-langkah penyelesaian yang telah
ditetapkan antara lain:
v Konsiliasi:
usaha perdamaian antara dua pihak. Metode konsiliasi ditempuh jika pihak
konsumen dan pengusaha bersedia melakukan musyawarah untuk mencari titik temu
dengan disaksikan majelis hakim BPSK. Dalam hal ini, majelis hakim BPSK bersikap
pasif.
v Mediasi:
negosiasi yang dimediasi oleh BPSK. Kedua belah pihak melakukan musyawarah
dengan keikutsertaan aktif majelis hakim BPSK, termasuk memberikan penetapan.
v Arbitrase:
kedua belah pihak menyerahkan sepenuhnya kepada arbiter. Konsumen akan memilih
salah satu arbiter konsumen yang terdiri dari tiga orang, demikian pula pengusaha
akan memilih satu arbiter pengusaha dari tiga arbiter yang ada. Sedangkan ketua
majelis hakim BPSK adalah seorang dari tiga wakil pemerintah dalam BPSK.
Penyelesaian
Penyelesaian
sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam
perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, yang
dikuatkan dalam bentuk keputusan BPSK (SK No. 350/MPP/Kep/12/2000 tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen pasal 6). Putusan yang dikeluarkan BPSK dapat
berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan dikabulkan. Dalam hal gugatan
dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan
oleh pelaku usaha, berupa pemenuhan ganti rugi dan atau sanksi
administratif
berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (Pasal 40)
Selanjutnya
sebagai percontohan maka dibentuklah BPSK di 10 kota besar melalui Keputusan
Presiden No. 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK Pada Pemerintahan Kota
Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung,
Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makassar
(Pasal 1 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001). Dalam Kepres tersebut juga
disebutkan bahwa biaya pelaksanaan tugas dan operasional BPSK dibebankan kepada
APBN dan APBD(Pasal 1 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001).
Dengan
adanya UU PK dan didukung oleh keberadaan BPSK harusnya konsumen makin sadar
akan hak-haknya.
UU PK
telah mengatur parameter yang terlarang dilakukan oleh pelaku usaha antara lain
:
ü
Barang tidak sesuai standar
ü
Info yang mengelabui konsumen
ü
Cara menjual yang merugikan
ü
Klausula Baku dari sebuah perjanjian
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai konsumen kita mempunyai
wewenang untuk bertindak apapun tetapi tetap tidak di luar batasannya apabila
kita mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan atau perlakuan yang tidak
adil. Sebagimana di jelaskan dari pembahsan di atas .
Pelanggaran
hak-hak dasar konsumen–yang kemudian konsumen korban tidak akan pernah terjadi
jika semua pihak (pemerintah dan pelaku usaha) serius menegakkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Serta dalam konteks kualitas
pelayanan publik, pemerintah konsisten mengimplementasikan UU Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, yang mengamanatkan adanya standar pelayanan yang
jelas yaitu standar pelayanan minimal. Tidak cukup bagi pemerintah piawai dalam
membuat suatu undang-undang untuk melindungi konsumen dan publik secara luas,
tapi kemudian kurang tegas dalam pengawasan serta penegakan hukumnya.
Saran
Bagi
pelaku bisnis tidak perlu melakukan tindakan kecurangan, karena para
konsumen memiliki hak-hak yang dilindungi oleh Undang-Undang. Apalah arti sebuah
keuntungan apabila merugikan banyak orang. Dan bagi konsumen, cermati terlebih
dahulu dalam membeli suatu produk barang atau jasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar